Ikhtiar pemerintah dalam mengatasi persoalan
minyak goreng memasuki babak baru. Per akhir bulan Mei lalu, pemerintah
mencabut program subsidi minyak goreng curah. Bersamaan itu dikeluarkan dua
regulasi terbaru oleh Kementerian Perdagangan. Yaitu Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 mengatur ketentuan ekspor crude palm oil dan
produk-produk turunannya serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor Nomor 33
Tahun 2022 tentang Tata Kelola Minyak Goreng Curah.
Selama beberapa bulan terakhir, keterjangkauan harga minyak goreng
memang telah menjadi persoalan paling pelik di antara berbagai persoalan lain
terkait kebutuhan pokok masyarakat. Persoalan minyak goreng mulai terasa saat
harga di dalam negeri mengalami lonjakan menjelang penghujung akhir tahun lalu.
Perang antara Rusia dan Ukraina dituding menjadi sebab kenaikan harga dari
bahan baku minyak sawit mentah (crude palm oil) di pasar internasional sehingga
berdampak terhadap harga minyak goreng di dalam negeri. Di pertengahan Januari,
pemerintah mulai merespons kenaikan harga minyak goreng.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengeluarkan jurus kebijakan minyak
goreng satu harga, Rp14.000 per liter. Akan tetapi, alih-alih harga mengalami
penurunan, pasar justru bergeming. Harga terus merangkak naik secara
perlahan-lahan. Tidak hanya itu, pasokan minyak goreng di pasaran pun mulai
tersendat. Lalu di pertengahan Februari, Menteri Perdagangan kembali
mengeluarkan jurus baru dengan memberlakukan harga eceran tertinggi minyak
goreng senilai Rp14.000 per liter bagi minyak goreng kemasan Rp13.500 per liter
untuk kemasan sederhana, dan Rp11.500 untuk minyak goreng curah. Bersamaan
dengan pemberlakuan kebijakan itu, juga diberlakukan kebijakan domestic market
obligation dan domestic price obligation terhadap seluruh produsen minyak
goreng. Domestic market obligation merupakan batas wajib pasok dimana
mengharuskan produsen- produsen minyak sawit untuk memenuhi stok dalam negeri
sesuai ketentuan berlaku.
Sedangkan domestic price obligation adalah harga penjualan minyak sawit
dalam negeri yang sudah diatur melalui peraturan menteri perdagangan. Jurus
kedua ini juga tidak membuahkan hasil positif. Setelah pemberlakuan kebijakan
harga eceran tertinggi, minyak goreng di pasaran tiba-tiba menjadi barang
langka dan sulit untuk diperoleh masyarakat. Karena dua kebijakan tersebut
tidak membuahkan hasil positif, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Airlangga Hartarto kemudian mengambil langkah untuk mencabut
kebijakan harga eceran tertinggi minyak goreng serta juga mencabut kebijakan
domestic market obligation dan domestic price obligation dari Kementerian
Perdagangan. Di pertengahan Maret, harga minyak goreng pun dilepas mengikuti
harga keekonomian.
Untuk membantu masyarakat berpendapatan rendah dan usaha kecil menengah,
diberikan subsidi agar harga minyak goreng curah dapat terjaga paling mahal
pada harga Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per lter. Kebijakan itu memang
berhasil dalam mengatasi persoalan kelangkaan minyak goreng. Dalam sekejap
minyak goreng terpantau melimpah memenuhi pasar tradisional maupun ritel
modern.
Namun, kebijakan itu belum mampu menurunkan harga minyak goreng di dalam
negeri. Alih-alih mengalami penurunan, harga minyak goreng justru melesat
mencapai Rp25.000 per liter atau Rp54.000 per dua liter. Hingga saat ini, harga
minyak goreng terpantau masih sangat tinggi. Beberapa merek terpantau masih
bertengger pada kisaran harga Rp52.000 per dua liter.
Selain itu, harga minyak goreng curah juga masih belum berada pada harga
Rp14.000 per liter sebagaimana diinginkan pemerintah. Persepsi publik terhadap
persoalan minyak goreng juga terekam melalui survei nasional Indikator Politik
Indonesia periode 5-10 Mei 2022.
Hasil survei menunjukkan 1,3 persen responden mengaku harga minyak
goreng sangat terjangkau, 23,3 persen responden mengaku harga minyak goreng
terjangkau, 53,8 persen mengaku harga minyak goreng kurang terjangkau, 19,0
persen responden mengaku harga minyak goreng sangat tidak terjangkau, dan 2,6
persen responden tidak tahu / tidak jawab. Persoalan minyak goreng yang tidak
kunjung tuntas mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengambil
kebijakan mengejutkan berupa pelarangan sementara ekspor crude palm oil dan
produk-produk turunan.
Setelah berjalan selama dua pekan, kebijakan itu telah dicabut kembali
bersamaan dengan pencabutan program subsidi minyak goreng curah. Selain itu,
Presiden Joko Widodo juga menugaskan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan
Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai komandan dalam menuntaskan persoalan
minyak goreng.
Sikap pro dan kontra pun bermunculan menanggapi keputusan presiden untuk
menugaskan menteri koordinator bidang maritim dan investasi untuk menuntaskan
sengkarut persoalan minyak goreng. Bagi pihak yang bersikap kontra, minyak
goreng dinilai bukan bidang kerja dari seorang menteri koordinator bidang
maritim dan investasi.
Sedangkan, bagi pihak yang bersikap pro lebih melihat secara substantif
keputusan presiden untuk menugaskan menteri koordinator bidang maritim dan
investasi untuk menuntaskan sengkarut persoalan minyak goreng. Mereka tidak
terlalu peduli terhadap siapa orang yang ditugaskan oleh presiden untuk
mengatasi persoalan minyak goreng, selama orang itu mampu menjalankan tugas itu
dengan baik dan cepat.
Terlepas dari sikap sinis tersebut, realitas di lapangan memang
menunjukkan Luhut mampu menyelesaikan tugas-tugas penting dan tidak mudah yang
selama ini diberikan oleh presiden. Terakhir, sebagai koordinator pemberlakuan
pembatasan kegiatan masyarakat mikro darurat di pulau Jawa dan Bali, mantan
menteri perindustrian era kepresidenan Abdurrachaman Wahid (Gus Dur) tersebut
mampu menangani pandemi.
Gebrakan perdana langsung diperlihatkan melalui rencana untuk melakukan
audit terhadap perusaahaan-perusahaan minyak mentah sawit. Audit terhadap
perusahaan-perusahaan minyak sawit mentah itu akan meliputi pengecekan luas
lahan perkebunan, surat izin usaha, hak guna usaha, hak pengelolaan lahan, dan
juga lokasi kantor pusat perusahaan-perusahaan tersebut di dalam negeri atau di
luar negeri untuk mengoptimalkan penerimaan negara melalui pajak.
Selain itu, untuk menindaklanjuti pencabutan larangan ekspor crude palm
oil dan produk-produk turunan dan juga pencabutan subsidi minyak goreng curah,
diberlakukan kembali kebijakan domestic market obligation dan domestic price
obligation. Kebijakan ini diambil atas evaluasi kondisi di lapangan dimana
kebijakan subsidi minyak goreng curah tidak berjalan efektif karena harga
eceran tertinggi sebagaimana harapan pemerintah tidak terealisasi. Hal membedakan
antara kebijakan domestic market obligation serta domestic price obligation
kali ini dengan kebijakan serupa beberapa bulan lalu adalah mekanisme validasi
terhadap domestic market obligation dan domestic price obligation dari
perusahaan-perusahaan eksportir akan dilakukan dengan berbasiskan pada data
sistem informasi minyak goreng curah.
Sistem informasi minyak goreng curah merupakan platform bagi pengawasan
distribusi minyak goreng curah bersubsidi yang akan digunakan sebagai bahan
dasar pertimbangan pelaksanaan pemberian persetujuan ekspor sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dengan begitu pemerintah berharap ke depan
persetujuan dan pengajuan ekspor dilakukan secara otomatis melalui sebuah
sistem terintegrasi sehingga tata kelola ekspor dapat menjadi jauh lebih
baik.
Kebijakan pemerintah kali ini memperlihatkan pendekatan agak berbeda
dibandingkan berbagai kebijakan terdahulu. Kali ini lebih mengedepankan
penuntasan persoalan di sisi hulu, tidak melulu di sisi hilir. Namun, bukan
berarti sisi hilir dilupakan sama sekali dalam menyelesaikan sengkarut
persoalan minyak goreng. Pemerintah tentu sadar betul apabila problem di sisi
hilir tidak juga diberikan perhatian, dapat membuat langkah kebijakan di sisi
hulu tadi menjadi sia-sia.
Untuk itu, diperlukan kolaborasi antara pemerintah daerah dan aparat
keamanan dalam membersihkan jalur distribusi dari berbagai bentuk penyimpangan,
terutama pungutan liar yang menyebabkan harga eceran di tingkat konsumen
merangkak naik. Semoga jurus baru digulirkan oleh pemerintah kali ini
membuahkan hasil lebih positif. Selain juga mampu menciptakan keseimbangan
antara penuntasan persoalan dari sisi hulu hingga sisi hilir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar