Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan tegas mengatakan bahwa Indonesia akan terus melanjutkan hilirisasi komoditas tambang, termasuk nikel, dan melanjutkan larangan ekspor bijih nikel yang berlaku sejak 1 Januari 2020 lalu.
Meski kini Indonesia digugat Uni Eropa melalui World Trade Organization (WTO) akibat larangan ekspor bijih nikel ini, namun Jokowi mengaku siap menghadapinya.
Hal tersebut disampaikannya dalam Kompas100 CEO Forum, Kamis (18/11/2021).
"Kebijakan kita mengenai hilirisasi, ini akan kita teruskan. Kalau kita setop nikel (bijih), nikel setop. Meskipun kita dibawa ke WTO oleh Uni Eropa. Silakan enggak apa-apa. Ini nikel kita kok. Dari bumi negara kita kok. Silakan," ungkapnya.
Jokowi lantas bercerita kalau pada pertemuan G20 beberapa waktu lalu, banyak negara yang mempertanyakan kebijakan RI terkait nikel.
Lalu, dia pun menyebut pentingnya hilirisasi tambang di dalam negeri tak lain untuk menciptakan tenaga kerja seluas-luasnya bagi warga RI. Bila Indonesia hanya menjual barang mentah keluar negeri, maka artinya yang menyerap banyak lapangan kerja adalah negara lain.
"Saya sampaikan lho, kita ingin membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya di Indonesia. Kalau saya buka nikel dan saya kirim raw material, kita kirim raw material dari Indonesia ke Eropa, ke negara-negara lain, yang buka lapangan kerja mereka dong. Kita nggak dapat apa-apa," katanya.
"Tapi kalau mau kerja sama ayo. Kerja sama setengah jadi di Indonesia gak apa-apa, nanti setengah jadi dikirim ke negaramu jadikan barang jadi gak apa-apa kok. Kita terbuka. Tapi bikin di sini, investasi di sini. Jadi kita nggak menutup diri kok. Kita terbuka. Tapi kalau kita suruh kirim bahan mentah terus, ndak, ndak, ndak, ndak, ndak, setop. Jangan berpikir Indonesia akan kirim bahan mentah," lanjutnya.
Tidak hanya nikel, Jokowi mengungkapkan pemerintah juga berencana menghentikan ekspor komoditas tambang lain dalam bentuk mentah, misalnya bauksit dan tembaga.
"Kenapa kita lakukan ini? Kita ingin nilai tambah, kita ingin added value, kita ingin ciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Dan itu mulai disadari oleh negara-negara lain. Mereka mau tidak mau harus investasi di Indonesia atau berpartner dengan kita. Pilihannya hanya itu. Silakan mau investasi sendiri bisa, mau dengan swasta silakan, mau dengan BUMN silakan. Kita terbuka. Tapi jangan kamu tarik-tarik kita ke WTO gara-gara kita setop kirim raw material. Ndak, ndak, ndak. Dengan cara apapun akan kita lawan," ujar Jokowi.
Lebih lanjut, mantan Wali Kota Solo itu bilang kalau keputusan pemerintah menghentikan ekspor barang tambang mentah sudah berdampak kepada lonjakan nilai ekspor.
"Sampai akhir tahu perkiraan saya bisa US$ 20 miliar. Karena di bulan Oktober ini US$ 16,5 miliar. Akhir tahun perkiraan saya, estimasi saya bisa US$ 20 miliar. Hanya dari kita setop nikel. Dan perkiraan nanti kalau jadi barang-barang yg lain, perkiraan saya bisa US$ 35 miliar. Hanya dari satu barang," kata Jokowi.
"Begitu bauksit nanti juga sama. Begitu tembaga juga sama. Kenapa berpuluh-puluh tahun tidak kita lakukan ini. Sehingga nanti neraca perdagangan kita baik, neraca transaksi berjalan kita menjadi semakin baik," lanjutnya.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan bahwa nikel adalah komoditas strategis Indonesia yang penting bagi ekonomi Indonesia sekaligus dalam kaitannya sebagai sumber daya yang tak terbarukan. Karena itu Indonesia berhak membatasi Perdagangan demi kepentingan masyarakat dan keberlanjutan (sustainability).
"Indonesia berhak mengatur perdagangan sumber daya-sumber daya strategisnya. Apalagi itu ada kaitannya dengan kepentingan masyarakat yang lebih luas dan kepentingan ekonomi yang berkelanjutan juga." kata Jerry.
Nikel adalah salah satu bahan untuk membuat baterai berbagai peralatan, termasuk mobil listrik yang tengah menjadi tren dunia. Indonesia sendiri adalah penghasil nikel utama di dunia. Tidak heran jika nikel Indonesia banyak dilirik oleh pasar negara-negara lain. Pemerintah berupaya mengoptimalkan kontribusi nikel bagi perekonomian dan kepentingan nasional. Pembatasan ekspor nikel adalah bagian dari hal tersebut.
"Jadi tujuannya agar kita bisa mengelola dengan lebih baik melalui hilirisasi industri bahan tambang mentah sesuai arahan Presiden Jokowi. Ini sebenarnya juga mencerminkan kepentingan dunia internasional yaitu bahwa agar pemanfaatan sumber daya yang terbatas dan tidak terbarukan bisa memberikan dampak positif dalam jangka panjang." kata Jerry.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar