Joko Widodo dikabarkan akan kembali mencalonkan Perry Warjiyo untuk menahkodai Bank Indonesia selama periode 2023-2028 mendatang, menurut sumber Reuters. Dengan kata lain, tidak ada kandidat lain untuk posisi nomor satu di BI seperti yang diisukan sebelumnya.
Saat melakukan inspeksi di Ciliwung kemarin, Selasa, 21 Februari 2023, Jokowi mengatakan akan memutuskan pada Selasa atau Rabu calon mana Gubernur BI yang akan diajukannya ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Beberapa nama santer diberitakan, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan Purbaya Yudhi Sadewa. Perry bersama keduanya bekerja dalam satu tim yakni Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Hingga pada akhirnya Jokowi memutuskan untuk tidak mencalonkan Sri Mulyani. Jokowi tidak ingin kehilangan Sri Mulyani sebagai menteri keuangan karena kinerjanya yang baik. Adapun dari internal BI, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti juga dikabarkan bakal dicalonkan menjadi Gubernur BI Selanjutnya.
“Soal Gubernur BI sebaiknya difollow up ke Istana karena itu wewenang Istana. Entah itu kandidat dari dalam BI atau luar BI, yang terpenting bagi Presiden adalah sosok yang kooperatif dengan figur beliau meski BI adalah institusi independen,” kata sumber internal TrenAsia.com di BI, Rabu, 22 Februari 2023.
Menurut sumber internal tersebut, tujuan kesamaan visi ini untuk memudahkan koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter khususnya terkait pengendalian inflasi atau stabilitas harga. Akan lucu misalnya, karena harga minyak goreng tak terkendali suasana politik dalam negeri menjadi kisruh.
Chief Economist PermataBank Josua Pardede menilai, nama calon Gubernur BI yang beredar tersebut (Menkeu, DGS, Kepala LPS dan incumbent) memiliki peluang yang sama besarnya mempertimbangkan track record mereka.
Siapapun nanti Gubernur BI terpilih, tantangan terbesar dari BI ke depannya adalah bagaimana menyeimbangkan kebijakan moneter terkait dengan stabilisasi dan juga pemulihan perekonomian domestik.
Untuk itu peran penting dari BI ke depannya termasuk timing normalisasi suku bunga pasca meredanya risiko inflasi serta stabilnya nilai tukar Rupiah. Timing ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi stabilitas serta ekspektasi pertumbuhan ekonomi domestik di jangka panjang.
“Oleh karenanya, dibutuhkan gubernur BI yang mampu dalam menakar keseimbangan ekonomi antara inflasi dan pertumbuhan PDB,” kata Josua kepada TrenAsia.com.
Menurut catatan TrenAsia.com, amat jarang seorang Gubernur BI incumbent dicalonkan kembali untuk masa jabatan kedua. Hanya ada beberapa saja yang menjabat kembali posisi Gubernur BI di periode kedua, misalnya saja Radius Prawiro dan Rachmat Saleh.
Berikut lengkapnya daftar Gubernur BI.
1. Sjafruddin Prawiranegara: 1953-1958
2.Loekman Hakim: 1958-1959
3. Soetikno Slamet: 1959-960
4. Soemarno: 1960-1963
5. T. Jusuf Muda Dalam: 1963-1966
6. Radius Prawiro: 1966-968 dan 1968-1973
7. Rachmat Saleh: 1973-1978 dan 1978-1983
8. Arifin Siregar: 1983-1988
9. Adrianus Mooy: 1988-1993
10. Sudrajad Djiwandono: 1993-1998
11. Syahril Sabirin: 1998-2003
12. Burhanuddin Abdullah: 2003-2008
13. Boediono: 2008-2009
14. Miranda Gultom: 17 Mei 2009-26 Juli 2009 (Plt)
15. Darmin Nasution: 27 Juli 2009-1 September 2010 (Plt) dan 2010-2013
16. Agus D W Martowardojo: 2013-2018
17. Perry Warjiyo: 2018-Sekarang
Dinanti Pasar
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Muhammad Nafan Aji Gusta menilai pergantian Gubernur BI menjadi salah satu hal yang saat ini paling dicermati pelaku pasar mengingat membawa harapan bagi investor yang menghendaki sinergi kuat antara pemerintah dan BI dalam mewujudkan stabilitas moneter sekaligus stabilitas pertumbuhan ekonomi yang optimal.
Menurutnya, dengan adanya stabilitas moneter dan pertumbuhan ekonomi akan memberikan dampak positif ke Indonesia dan mewujudkan Indonesia yang semakin kuat dalam menghadapi berbagai tantangan global yang akan datang di masa mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar