Prabowo Subianto, calon presiden nomor urut satu, pernah menyatakan bahwa Indonesia butuh kepemimpinan yang diktator dan otoriter seperti Jenderal Pervez Musharraf dari Pakistan.
Keinginannya itu ia sampaikan kepada Allan Nairn, jurnalis asal Amerika Serikat, pada sekitar pertengahan 2001, atau dua tahun tepat setelah Prabowo pulang dari Yordania. Saat itu Allan mewawancarai Prabowo di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, dan menuliskannya kembali dalam laman pribadinya, allanneirn.org. (Baca: Wartawan Investigasi Bongkar Rahasia Prabowo)
Prabowo, tulis Allan, menggambarkan keberanian Musharraf saat menjatuhkan perdana menteri negaranya yang berasal dari sipil. Lebih lanjut, Allan menggambarkan bagaimana Prabowo kelihatan berpikir keras apakah dapat seperti sosok yang diidolakannya itu.
"Apa saya cukup punya nyali," tanya Prabowo. "Apa saya siap jika disebut 'diktator fasis'?" Prabowo mengatakan, tulis Allan, Musharraf punya nyali. Namun, terkait dirinya sendiri, Prabowo membiarkan pertanyaan tersebut tak terjawab.
Keinginan Prabowo tersebut, tulis Allan, disampaikan saat membicarakan bagaimana model pimpinan Indonesia ke depannya. Allan menulis bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus tersebut tak sepakat dengan presiden yang berasal dari sipil.
"Militer pun bahkan tunduk pada presiden buta! Bayangkan! Coba lihat dia, bikin malu saja!" kata Prabowo yang ditulis kembali Allan. "Lihat Tony Blair, Bush, Putin. Mereka muda, ganteng—dan sekarang presiden kita buta!”
Allan menulis, dalam perbincangan tersebut Prabowo tak henti-hentinya mengecam Gus Dur dan demokrasi. “Indonesia belum siap untuk demokrasi,” kata bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus seperti yang dituliskan Allan. Sebaliknya, tulis Allan, Prabowo malah rezim otoriter “Bukan keragaman etnis,” kata Prabowo.
Sebetulnya, jurnalis yang didapuk penghargaan Robbert F. Kennedy Memorial ini mengaku bahwa Prabowo bersedia diwawancarai asalkan semua informasi yang diberikan tak disebarluaskan atau off the record. Namun, hasil wawancara 13 tahun silam itu sengaja Allan keluarkan lantaran Prabowo hendak menjadi Presiden Republik Indonesia.
“Saya pikir kerugian yang saya hadapi ketika melanggar anonimitas tidak sebanding dengan kerugian yang lebih besar jika rakyat Indonesia pergi ke tempat pemungutan suara tanpa mengetahui fakta-fakta penting yang selama ini tidak bisa mereka akses,” tulis Allan dalam laman pribadinya itu.
Di lain pihak, Ketua Umum Partai Gerakan Indonesi Raya Suhardi tak mau berkomentar banyak tentang hal tersebut. “Kok, jadi seperti pepatah gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak, ya?” kata Suhardi sambil tertawa kecil saat dihubungi.
Guru besar di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada tersebut tak mau berkomentar lebih lanjut ihwal tudingan Allan kepada Prabowo. “Saya tak begitu dan tak punya komentar soal ini,” kata Suhardi.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan tidak pernah mengenal jurnalis investigatif Amerika, Allan Nairn. Anggota tim pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1, ini tidak yakin terhadap tulisan yang dipublikasikan Alan di sebuah blog. ”Kami tidak tahu tulisan hasil wawancara itu benar atau tidak. Saya rasa tidak benar,” ujar Fadli saat dihubungi, Jumat, 27 Juni 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar