Joko Widodo mengatakan di masa depan, negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat. Artinya masa mendatang, bukan lagi negara besar yang akan mengalahkan negara kecil ataupun negara kaya yang akan mengalahkan negara miskin, melainkan melainkan negara yang cepat yang akan mampu bersaing.
Untuk dapat bersaing dengan negara-negara lain, dibutuhkan setidaknya tiga fondasi utama, yakni infrastruktur, hilirisasi dan industrialisasi, serta digitalisasi.
Pertama, infrastruktur. Pemerintah terus melakukan pembangunan infrastruktur. Pasalnya untuk memiliki kemampuan daya saing dengan negara lain infrastruktur yang dimiliki suatu negara harus memadai.
"Ini mungkin baru akan terasa nanti lima tahun atau 10 tahun yang akan datang, tidak bisa instan kita rasakan sekarang. Tetapi begitu kita berkompetisi dengan negara-negara lain, kalau infrastruktur kita baik, akan kelihatan kita bisa bersaing atau tidak bisa bersaing," ujar Jokowi dalam Silaturahmi Nasional (Silatnas) Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) Tahun 2022, Jumat (5/8).
Sebagai upaya meningkatkan pembangunan infrastruktur, pemerintah dalam tujuh tahun ini telah menambah 2.042 kilometer jalan tol, 5.500 kilometer jalan non-tol, 16 bandara baru, 18 pelabuhan baru, 38 bendungan baru dan 1,1 juta hektar irigasi.
"Inilah fondasi kita untuk nanti berkompetisi dengan negara-negara lain. Mungkin tidak bisa kita rasakan instan sekarang, dan nanti efeknya akan ke APBN," lanjutnya.
Fondasi kedua, hilirisasi dan industrialisasi. Jika selama Indonesia terlena dengan ekspor barang mentah, kini pemerintah memutuskan menyetop ekspor raw material barang tambang, seperti yang telah dilakukan pada barang tambang nikel.
Lewat hilirisasi dan industrialisasi, negara akan mendapatkan banyak keuntungan. Mulai dari sisi penerimaan pajak akan meningkat dan membuka lapangan pekerjaan yang sangat banyak.
"Setelah nikel inilah, meskipun belum rampung di WTO, akan kita stop lagi tahun ini mungkin timah atau bauksit, stop. Kerjakan oleh BUMN, bekerja sama dengan swasta. Kalau BUMN dan swasta belum siap teknologinya, mengambil partner, enggak apa-apa. Partner asing untuk transfer teknologi, enggak apa-apa," jelasnya.
Menurutnya, nilai ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah pada 2014 hanya mencapai US$1 miliar atau Rp15 triliun. Usai dilakukan hilirisasi dengan menghentikan ekspor raw material nilainya melompat berkali-kali lipat.
"Begitu kita stop, 2017 stop nikel, ekspor di 2021 mencapai Rp3 00 triliun lebih. Dari Rp15 triliun, melompat menjadi Rp300 triliun. Itu baru satu komoditas," imbuhnya.
Fondasi ketiga adalah digitalisasi, terutama untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pasalnya ada 65,4 juta UMKM di Indonesia, dan semuanya berkontribusi pada 61% ekonomi Indonesia.
"Oleh sebab itu, kita terus mendorong mereka untuk masuk pada ekosistem digital. Ini nanti yang akan menjadi fondasi kuat ekonomi Indonesia, usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, bukan yang gede-gede," ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar