Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Renanda Bachtar menyatakan, kinerja Presiden Joko Widodo dan Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) semestinya dibandingkan lewat data, bukan survei.
Hal ini ia sampaikan merespons hasil survei Charta Politika yang menunjukkan 47,5 persen responden menganggap kinerja ekonomi pemerintahan Jokowi lebih baik dibandingkan SBY.
"Mengukur keberhasilan kinerja pemerintah bukan apa kata orang (via survei), tapi apa kata data. Pakai fakta, bukan persepsi," kata Renanda dalam keterangan tertulis, Sabtu (24/12/2022).
Renanda menuturkan, pengukuran kinerja ekonomi berdasarkan persepsi publik akan bersifat subjektif, padahal kinerja ekonomi mesti diukur dengan indikator yang jelas. Indikator tersebut antara lain angka pertumbuhan ekonomi, angka dan rasio pengangguran, tingkat inflasi, neraca pembayaran, kekuatan fiskal, serta cadangan devisa. Sementara, menurut Renanda, penilaian berdasarkan persepsi itu tidak punya indikator yang terukur.
"Jangan mendagangkan persepsi untuk memuja-muji pemerintah demi tujuan dan kepentingan politik. Lalu, kapan kita mau edukasi rakyat, kalau terus-terusan giring opini dan jejali rakyat dengan data-data yang absurd karena basisnya persepsi?" kata Renanda.
Ia melanjutkan, survei yang membandingkan kinerja 8 tahun pemerintahan Jokowi dengan 10 tahun pemerintahan SBY juga berpotensi bias karena pencapaian Jokowi pada 2023 dan 2024 juga harus diukur. Renanda pun menegaskan, upaya membanding-bandingkan kinerja SBY dan Jokowi tidak berefek pada perbaikan nasib rakyat.
"Lebih baik pemerintah ataupun lembaga survei jika memang punya budget berlebih, yang ditanya itu apa kebijakan ekonomi yang diharapkan oleh rakyat? Bantuan seperti apa yang diharapkan oleh rakyat?" kata dia.
Survei yang diselenggarakan Charta Politika pada 8-16 Desember 2022 menunjukkan, 47,5 persen responden menganggap pemerintahan Presiden Joko Widodo lebih baik dibandingkan Presiden SBY.
"Kalau kita lihat 47,5 persen menyatakan lebih baik pemerintahan Jokowi dan 40,4 persen menyatakan lebih baik pemerintahan Pak SBY," kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, Kamis (22/12/2022).
Sementara itu, ada 12,2 persen yang tidak tahu atau tidak menjawab saat disodorkan pertanyaan mengenai pemerintahan mana yang memiliki kinerja ekonomi lebih baik. Yunarto mengakui, pertanyaan tersebut memang terkesan tidak seimbang atau apple to apple karena pemerintahan Jokowi masih berjalan, sementara pemerintahan SBY sudah berakhir.
Akan tetapi, ia memandang pemerintahan Jokowi dan SBY sama-sama mengalami tantangan ekonomi. Ia menuturkan, pemerintahan Jokowi menghadapi situasi pandemi serta perang antara Rusia dan Ukraina yang berdampak pada krisis pangan dan energi. Sementara, ekonomi pada masa pemerintahan SBY tergoncang akibat berakhirnya commodity booming yang ketiak itu menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Kenaikan harga batu bara, minyak sawit, dan karet dan kita tahu kecenderungan ekonomi kita mengguncang setelah booming commodity-nya selesai," ujar Yunarto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar