Pemerintah melarang ekspor bijih bauksit mulai Juni 2023. Larangan ekspor bahan mentah ini dilakukan untuk menggenjot hilirisasi.
Sebelumnya, larangan ekspor nikel berujung gugatan di World Trade Organization (WTO). Namun, pemerintah terus melanjutkan kebijakan tersebut.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengungkapkan sebenarnya larangan ekspor hasil tambang dan mineral tanpa hilirisasi ini harus dilakukan paling lambat 2014. Kala itu banyak yang menolak dari kalangan perusahaan tambang. Terutama dari Freeport yang juga mengancam akan mengadukan ke WTO.
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat itu mengundur masa berlaku larangan tersebut. "Baru sekarang, Presiden Jokowi berani melarang ekspor bijih nikel dan bauksit," kata dia dalam keterangannya, ditulis Sabtu (24/12/2022).
Tujuan dari larangan yang diterbitkan Jokowi adalah demi meningkatkan nilai tambah, penciptaan lapangan kerja baru dan menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain itu pelarangan juga untuk mengoptimalkan hasil kekayaan alam sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini sesuai dengan amanah di pasal 33 UUD 1945.
Nilai tambah hilirisasi mineral di halaman berikutnya.
Menurut Fahmy dalam jangka pendek, larangan ekspor ini bisa menurunkan pendapatan ekspor hingga Rp 21 triliun per tahun. Namun untuk jangka panjang akan ada nilai tambah yang didapatkan dari ekspor hasil hilirisasi dan produk turunan bauksit yaitu pendapatan negara akan naik Rp 62 triliun per tahun.
Dia menyebutkan, bukan hal yang mudah untuk meraup tambahan pendapatan dengan larangan ekspor bauksit. Akan banyak tantangan yang dihadapi pemerintah dan banyak tantangan serta penentangan, mulai dari kapasitas smelter yang terbatas untuk hilirisasi seluruh hasil bijih bauksit.
"Namun, larangan ekspor bauksit akan memaksa pengusaha bauksit untuk membangun smelter, baik dilakukan oleh setiap perusahaan, maupun oleh konsorsium perusahaan dan joint venture dengan investor smelter. Untuk itu, pemerintah harus memberikan insentif fiskal berupa: tax holiday, tax allowances, dan bebas pajak impor untuk peralatan smelter," ujarnya.
Sedangkan, penentangan dari WTO harus dilawan meskipun ujung-ujungnya akan kalah. Namun, proses persidangan gugatan WTO sampai keputusan final butuh waktu sekitar empat tahun.
Selama empat tahun larangan ekspor bauksit harus tetap dilakukan hingga menghasilkan ecosystem industry bauksit dari biji bauksit dan produk hilirisasi hingga produk turunan, berupa:alumina sebagai bahan baku industri mesin dan semiconductor.
"Produk turunan itu akan memberikan nilai tambah lebih besar ketimbang ekspor bijih bauksit. Maka perlu 'maju tak gentar meningkatkan pendapatan negara'," imbuh dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar