ITULAH ungkapan pertama yang diucapkan Ganjar Pranowo begitu dilantik sebagai Gubernur Jawa Tengah pada 2013.
Maka, gugurlah seluruh polarisasi siapa mendukung siapa, kelompok apa pendukung calon yang mana. Semua punya hak yang sama untuk dilayani sekaligus dilindungi. Ini bukan sekadar bentuk kemudahan akses, tapi ini adalah soal kehormatan.
Dengan ungkapan itu Ganjar telah mengubah mindset relasi antara rakyat dengan pemerintah. Rakyat bukan lagi sebagai objek kebijakan tapi sudah berdiri sebagai subjek yang bisa menentukan program apa yang diperlukan serta pembangunan apa yang dibutuhkan.
Dan, itulah esensi demokrasi, suara rakyat dibutuhkan bukan hanya di bilik pemungutan suara, melainkan juga dalam proses pembangunan.
Ganjar sadar konsekuensi dari ungkapannya itu sangat besar dan panjang. Tak hanya di ruang kelembagaan, tapi juga sampai pada konsekuensi di ruang personal.
Secara personal Ganjar secara otomatis telah mendeklarasikan dirinya sebagai pelayan rakyat. Karena posisinya sebagai gubernur, otomatis dia mesti menggunakan seluruh perangkat yang melekat pada jabatannya itu untuk kepentingan rakyat.
Layaknya seorang tuan, rakyat berhak mengerti seluruh keuangan serta kebijakan. Dengan cara seperti itu, rakyat yang semula dianggap sebagai kelompok warga yang berada di kelas tertentu, telah terangkat derajatnya untuk menduduki posisi tertinggi dan terhormat.
Namun, efek yang paling dahsyat dari ungkapan itu, Ganjar telah menanamkan sebuah kehormatan di sanubari rakyat agar tidak lagi merasa rendah diri di hadapan siapa pun. Dengan cara seperti itulah dia berhasil membawa perubahan yang sangat signifikandi Jawa Tengah, dari soal pembangunan fisik maupun mentalitas warganya.
Sejak bangsa ini memproklamasikan kemerdekaannya pada 1945, Ganjar adalah gubernur ke-15 di Jawa Tengah. Dulu orang sering terbayang sebuah desa jika ada yang menyebut Jawa Tengah. Yang penuh dengan sawah, ketinggalan zaman, jalanan yang rusak, tidak gaul dan selalu dinomor sekiankan.
Ditambah kenyataan dengan banyaknya perantau dari Jawa Tengah yang bekerja sebagai kuli maupun pembantu rumah tangga di luar daerah. Karena hal itu, warga Jawa Tengah sering minder jika bertemu atau berhadapan dengan warga provinsi Iain.
Persoalannya memang lumayan pelik ketika Ganjar menerima mandat kepemimpinan Jawa Tengah.
Infrastruktur, optimalisasi sumber daya alam sampai perkara mentalitas. Satu per satu persoalan itu diurus dan diselesaikan Ganjar. Pada periode pertama, ketika sebagian besar tuannya menjerit jalan di Jawa Tengah banyak yang rusak, program infrastruktur dia genjot. Jika di tahun pertama anggarannya cuma sekitar Rp 800 miliar, tahun-tahun berikutnya naik dua kali lipat bahkan mencapai Rp 2,1 triliun.
Bagi Ganjar, infrastruktur jalan ini adalah nadi perekonomian. Mau ataupun tidak, jika inginmelakukan peningkatan perekonomian, perbaikan jalan yang terstruktur harus dilakukan.
Sistem renovasi jalan rusak yang semula memakan waktu berbulan-bulan, langsung Ganjar pangkas dan harus selesai dalam hitungan hari. Untuk mempercepat itu Ganjar melahirkan aplikasi Jalan Cantik, yang kini sudah terkoneksi dengan pengelola jalan tingkat desa, kabupaten, hingga nasional.
Setelah satu sampai dua tahun masa penyesuaian para aparatur Pemprov Jateng terhadap ungkapan Ganjar bahwa "Tuanku, ya rakyat", satu per satu perubahan mulai terasa.
Pembangunan berjalan lancar dan cepat, perizinan usaha jadi mudah murah dan cepat, potensi-potensi tergarap optimal. Imbasnya, secara perlahan perekonomian Jawa Tengah mulai bangkit. Jika dulu luasnya sawah yang dimiliki JawaTengah sering dianggap sebagai lelucon dan cibiran, kini potensi itu Ganjar optimalkan.
Bahkan, optimalisasi pertanian itu bisa mencapai titik Jawa Tengah jadi lumbung pangan nasional.
Dunia industri pun tidak ketinggalan. Perusahaan-perusahaan banyak yang lari ke Jawa Tengah. Lapangan pekerjaan terbuka lebar, pengangguran berkurang. Jawa Tengah jadi wilayah paling seksi untuk investasi. Ditambah dengan dibukanya beberapa kawasan industri.
Pada periode kedua, Ganjar sudah benar-benar merasakan magis dari ungkapan "Tuanku, ya rakyat. Gubernur cuma mandat". Dia cuma bekerja untuk tuannya. Bukan untuk bohir atau pun partai politik.
Spirit kerja itulah yang akhirnya membuat Ganjar menerima banyak serangan kiri-kanan.
Bukan hanya dari oposisi di ruang lingkup politik daerah, partai dan orang-orang politik yang jadi pengusung maupun pendukungnya tidak sedikit yang melancarkan serangan.
Karena Ganjar tidak bisa diajak main mata. Maka, Ganjar bisa dengan ringan mengevaluasi kerja atau siapa saja yang tidak beres. Karena, Ganjar tidak mau tuannya dikecewakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar