Kamis, 30 Juni 2022

BIJAK BERMEDIA SOSIAL: JANGAN JADIKAN SIMBOL AGAMA BAHAN OLOKAN

Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi mengimbau semua pihak untuk jangan jadikan simbol agama sebagai bahan olokan.

Menurutnya, apa pun alasannya tindakan tersebut tidak etis dan tidak dibenarkan oleh agama dan peraturan perundang-undangan. Perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan SARA.

"Saya meminta kepada siapa pun untuk tidak menjadikan simbol agama sebagai bahan olokan atau guyonan, karena hal tersebut dapat melukai perasaan umat beragama yang bersangkutan," kata Zainut melalui siaran pers tertulis, Jumat (17/6/2022).

Dikatakan Zainut, kebebasan menyampaikan pendapat apakah itu bentuknya kritik maupun saran hendaknya dilakukan dengan cara yang santun, bijak dan menghormati etika, tidak dengan cara yang sarkastik dan melanggar norma susila, hukum dan agama.

Untuk itu, Wakil Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk lebih bijak dan hati-hati dalam menggunakan media sosial.

"Jangan cepat memposting atau menyebarkan berita, baik berita yang berupa foto, video, meme atau konten narasi yang mengandung ujaran kebencian, fitnah dan SARA," ujar Zainut.

"Terhadap postingan meme stupa Borobudur mirip Pak Jokowi, saya menyerahkan kepada pihak kepolisian untuk mendalami masalah tersebut dan mengusut semua pihak yang terlibat untuk selanjutnya diproses hukum sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku," paparnya.

Zainut mengajak kepada para tokoh dan elit masyarakat untuk membangun budaya politik santun yang dilandasi nilai-nilai luhur, akhlak mulia dan berkeadaban. Dalam hal ini, berperilaku proporsional dan tidak berlebihan dalam menyampaikan pendapat maupun kritik, sehingga tidak menimbulkan polemik dan kegaduhan.

Survei Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama beberapa organisasi media pada pertengahan 2020 yang melibatkan 1.670 responden di 34 provinsi, menunjukkan indeks literasi digital Indonesia masih masuk kategori sedang, yaitu 3,47 dari 5. Skor terendah (3,17 dari 5) ada pada aspek literasi pengolahan informasi dan data.

Sayangnya, selama 2010-2017 sekolah bahkan hanya menyumbang 3,7% dari 342 kegiatan literasi media digital yang diselenggarakan di Indonesia. Ketika literasi diterapkan itu menjadi kunci permasalahan akan hoaks. Sehingga hal ini perlu masuk ke ranah pendidikan. Sasaran literasi media ketika masuk dunia pendidikan menjadi kunci bagaimana menghadapi tantangan zaman yang tidak terelakkan.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

EXIT POLL LUAR NEGERI! GANJAR MENANG SATU PUTARAN DI AUSTRALIA & AMERIKA

Viral di grup WhatsApp hasil exit poll Pilpres 2024 dimana pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menang. Ha...